Selasa, 13 Juli 2010

Aktif Mendorong Perdamaian

Perdamaian adalah searas dan seinti dengan kebahagiaan. Situasi damai memberikan atau menghadirkan rasa bahagia bagi orang yang menerimanya. Karena itu menjadi suatu panggilan bagi manusia Indonesia untuk meraih kebahagiaannya dengan cara aktif mendorong perdamaian dalam segala ranah kehidupannya. Aktif mendorong perdamaian in bergerak baik antar manusia, people between people, dunia dan diri sendiri. Akan tetapi, dalam kerangka mencapai puncak damai itu sendiri, untuk meraih benih bahagia dari dalam, terlebih dulu seyogyanya dimulai dengan menciptakan perdamaian dengan diri sendiri. Berdamai dengan diri sendiri ini adalah bekal awal untuk berdamai dengan dunia luar, dengan manusia lainnya, dan bahkan untuk menciptakan kedamaian itu sendiri di dunia.

Tentunya pula, manakala kedamaian tercipta dapat mendatangkan kebahagiaan. Damai dan bahagia ibarat dua sisi mata uang yang sama-sama memperoleh sinar terang dalam sanubari kita sehingga sama-sama pula memberikan keceriaan, ketentraman pada rona kita. Itu lah kedamaiaan dan kebahagiaan.

Aktif mendorong perdamaian baik di dalam diri sendiri maupun dalam pergaulan luas, dunia, merupakan manifestasi rasa kemanusiaan yang bertemu dengan sikap atau nilai kebijaksanaan. Maka, manusia Indonesia dengan bekalan falsafah Pancasila, ketika ada dorongan untuk menciptakan perdamaian ini menemukan ruang momentumnya. Falsafah Pancasila yang mempunyai nilai aktif, misalnya dulu mengilhami pemrakarsaan Konferensi Asia-Afrika, yang tak lain adalah Gerakan Non-Blok untuk mengkondisikan ketentraman umum dan perdamaian dunia disaat dua blok negara kuat tengah berseteru. Bagaimana falsafah Pancasila menginspirasi dan menguatkan gagasan untuk mendorong perdamaian dapat kita selami dalam Buku Pertama "Sekolah Terbuka Pancasila."

Elemen ketiga dalam mendorong masyarakat Indonesia Bahagia, memang barangkali dianggap adalah sesuatu yang muluk-muluk. Akan tetapi kesejahteraan yang menjadi prasyarat dasar hadirnya kebahagiaan perlu suatu pengkondisian atas ketentraman umum, ketertiban umum, dan keamanan umum. Ketiga hal kondisi itu tidak mungkin terwujud bila keadaan damai dalam diri setiap insannya belum terselengara. Dengan kata lain, suatu kebijakan pembangunan sangat sulit diterapkan manakala ranah sedang dirundung kekacauan, konflik atau ancaman dari luar. Karena itu semula kesejahteraan yang berupa material bisa beranjak pada jenjang berikutnya menjadi kesejahteraan batiniah, dimana terpancar sikap untuk membuat kehidupan yang lebih baik minimal pada level diri pribadi dulu dan diteruskan ke khalayak (outside in inside out).

Lalu bagaimanakah menumbuhkan kedamaian dari dan didalam diri ini? mendorong terciptanya perdamaian (damai) didalam dan dengan diri sendiri sangat bergantung pada sikap mental penerimaan diri (self acivement) seorang manusia Indonesia. Inilah yang dinamakan berdamai dengan diri sendiri seperti sering dinasehatkan oleh kebanyakan motivator pengembangan diri. Dan sikap itu bergantung pula pada penguatan spiritual dari rasa religiusitas atau kebertuhanannya. Maka ini kembali lagi ke elemen pertama Indonesia Bahagia, yakni Beriman dan Taat beragama.

Perlu diingat disini, bahwa setiap langkah besar selalu dimulai dari tindakan kecil dulu; setiap perjalanan bermil-mil selalu dimulai dengan langkah seinci dulu. Ini mengingatkan bahwa dorongan menciptakan kedamaian ini tentu pula bermula dari langkah kecil, dari diri sendiri. Bila kita geser perspektif kita ke perspektif nasional, maka cara pandang kita perlu digeser ke arah bagaimana memposisikan diri sendiri (individu) sebagai warga negara dan dunia yang siap menciptakan kedamaian pada level awal, yakni diri sendiri. Jiddu Krisnamurti, seorang spiritualis yang mengabdikan diri untuk pembangunan mental spiritual manusia, mengatakan bahwa perubahan batiniah dalam setiap individu yang dilakukan secara menyeluruh dan mendasar adalah awal perubahan bagi dunia. Dengan demikian dunia berubah secara menyeluruh dan mendasar adalah awal perubahan bagi dunia. Dengan demikian dunia berubah secara menyeluruh dan mendasar pula mengikuti perubahan batin setiap individu. Begitulah pula dalam membenahi tatanan luar cara kebernegaraan dan keberbangsaan kita, setiap individu manusia Indonesia memegang penuh atas perubahan mendasar negeri bangsanya ke depan.

Kamis, 10 Desember 2009

Hidup Harmonis Selaras antara Hak Azasi (HAM) dan Kewajiban Azasi (KAM)

Hidup harmonis menjaga keselarasan antara Hak Azasi (HAM) dan Kewajiban azasi (KAM) adalah elemen ketiga untuk mewujudkan Indonesia Bahagia. Kita dan generasi sekarang hidup dan tumbuh dalam kesadaran demokrasi yang partisipatif dan iklim kebebasan politik yang sedemikian pesatnya. Corak baru pergaulan hidup pun cenderung mengarah pada pengarusutamaan kepentingan-kepentingan politik yang kadang-kadang primordial dan sektarian. Ini pun menjadi marak manakala memperhatikan perhelatan besar pemilihan umum baik legislatif ataupun presiden-wapres. Maka di tengah pesatnya demokrasi partisipatif dan kebebasan politik itu perlu diindahkan akan hak-hak dan kewajiban manusia sebagai makhluk sosial selain sebagai makhluk individual.

Untuk mewujudkan Indonesia Bahagia dalam semarak iklim kehidupan demokratisasi yang ditingkahi kebebasan ekspresi politik perlu diimbangi dengan pemenuhan Kewajiban Azasi Manusia (KAM) selain penuntutan akan hak-hak dasar kemanusiaan (HAM). Sebab hidup di tengah pergaulan sosial dan politik yang sarat dengan kepentingan-kepentingan individual ada pula kepentingan yang lebih bersifat umum untuk dikedepankan. Karena itu kewajiban azasi manusia menjadi penting sebagai penyeimbang akan tuntutan hak-hak dasar kemanusiaan (HAM). Manakala kita mengedepankan penunaian kewajinam dasar kemanusiaan (KAM), maka dengan sendirinya kita akan menjumpai hak-hak kita (HAM). Dengan kata lain, Hak yang menjadi pokok tuntutan kita adalah kewajiban dasar bagi pihak lain. demikian sebaliknya. Dengan demikian alangkah indah dan bijaknya hidup di alam demokrasi, bila setiap individu lebih mengutamakan kewajiban azasinya (KAM) daripada menuntut pemenuhan hak-haknya (HAM) terlebih dahulu.

Manusia Indonesia yang mampu menjaga keselarasan pemenuhan dan penunaian antara HAM dan KAM-nya berpotensi menempati ruang-ruang pergaulan sosialnya yang harmonis, tentram dan penuh kedamaian. Cikal bakal kebahagiaan bagi manusia Indonesia terletak dalam kemampuannya bagaimana menempatkan posisi hak-hak dasar individualnya secara seimbang dengan kewajiban-kewajiabannya sebagai makhluk sosial. Menjaga kesimbangan dan keselarasan antara HAM dan KAM ini adalah pola dasar pergaulan sosial antara individu dan antara warga negara dan negara. Secara luas tentang keselarasan dan perimbangan ini, dalam hal hubungan warga-negara (citizen) dan negara (state), dibahas secara komprehensif dalam "Buku Delapan Sekolah Terbuka Kewarganegaraan".

Hidup harmonis dan menjaga keselarasan antara dorongan pemenuhan hak-hak dasar kemanusiaan dan penunaian kewajiban dasar sebagai makhluk sosial merupakan ukuran paripurna pencapaian keseimbangan mental dan kemampuan jatidiri manusia Indonesia mengelolaa hidupnya. Artinya semakin tinggi kesadaran menempatkan porsi tepat berimbang antara HAM dan KAM seseorang, semakin tinggi pula daya potensi untuk hidup harmonis di ruang pergaulan sosialnya. Demikianlah semestinya sikap sosial dan politik manusia Indonesia sebagai insan paripurna yang mengindahkan prinsip-prinsip keberbangsaannya (Nasionalisme) yang bersendikan nilai-nilai Pancasila.

Kamis, 03 Desember 2009

Amalkan Pengetahuan Untuk Kesejahteraan

Manusia Indonesia sebagai bagian dari manusia dunia sama padannya dalam meraih cita-cita kebahagiaannya. Juga setara dalam menunaikan dan memenuhi Hak-kewajibannya. Manusia Indonesia sendiri mempunyai hak setara antara sesamanya untuk memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Karena itu, manusia Indonesia adalah juga manusia yang mempunyai daya rasa ingin tahu (pencari pengetahuan/ilmu). Sebagaimana manusia lain berjuluk manusia kreatif (hayawanun-natif/human intelect) manusia Indonesia pun juga demikian. Namun didorong oleh prinsip kemanusiaan, ilmu pengetahuan dalam cita-cita nilai idealnya adalah untuk menyempurnakan hidup manusia dan mewujudkan kesejahteraannya secara lahir dan batin. Proposisi ini sebagaimana dimaksudkan oleh sila-sila Pancasila dan ditegaskan oleh Pembukaan UUD'45 sebagai cita dan tujuan.

Oleh karena itu mengamalkan pengetahuan untuk kesejahteraan merupakan bagian dari realisasi diri seorang anak manusia sebagai makhluk eksistensial yang butuh pengakuan dan penerimaan oleh lingkungan sosialnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia itu adalah zoon politicon yaitu ia akan bisa hidup berdiri sendiri. Maka sebesar dan sekecil apapun pengetahuan yang dia peroleh dari dalam pengalaman hidupnya perlu pengejawantahan di ruang-ruang sosialnya sebagai realisasi diri. Juga sebagai penerimaan atas kehidupan ini sendiri.

Disaat seorang manusia Indonesia menemukan ruang realisasi dirinya disitulah elemen sumber kebahagiaan lainnya dalam hidup. Manusia yang telah memahami titik koordinat hidupnya diantara Tuhannya dan alam/lingkungan sosialnya akan menemukan ruang keberfungsian dirinya sekecil apaapun itu. Disinilah disaat itu pula titik sumber kebahagiaan hidupnya.

Dalam mengamalkan pengetahuan ataupun ketrampilan lainnya, seorang anak manusia menjadi semakin terkayakan oleh pengetahuan yang diberikan oleh pengalamannya. Justru ilmu yang terus diabdikan bagi kehidupan yang lebih baik untuk negara dan bangsanya menjadi semakin mengayakan jiwa bestarinya. Sebagaimana dikatakan oleh bijak bestari Ali putra Abi Thalib, "Jika kamu cinta pada ilmu penegtahuan, ilmu pengetahuan akan menjagamu, namun jika kamu cenderung pada harta kamu lelah dituntut menjaganya. Disaat pengetahuan diabdikan kepada kepentingan publik justru dunialah yang melayani keperluan kita. Dengan demikian hal itu sendiri turut menyumbangkan kebahagiaan dalam hidup. Seperti pepatah bijak lainnya mengatakan, " Ilmu tidak habis dibelanjakan, Harta habis di jalan bila dibelanjakan". Utama ilmu yang mempunyai nilai manfaat langsung di tengah masyarakat, maka akan membuat makmur ilmu itu sendiri tak pernah habisnya.

Sebagaimana fungsi fitrah hidup manusia itu ialah kebermanfaatan (dirinya berguna bagi orang lain atau bagi masyarakat luas) dalam hidupnya maka tuntutan dasarnya tak lain adalah realisasi diri dalam medan-medan pengabdian hidup dalam bentuk dan rupa apapun. Inilah elemen kedua yang dapat membangun Indonesia bahagia. Betapa tidak, jika setiap individu mempunyai rasa ingin merealisasikan dirinya (dengan segenap kemampuan dan talenta) tulus untuk mengabdikannya kepada nusa-bangsa maka tentu masyarakat tidak kehilangan modal sosial untuk membenahi kekurangan-kekurangan ataupun kelemahan-kelemahan dalam hal, misalnya , moral dignity, kepribadian nasional, kemiskinan, atau pemenuhan kesejahteraan lahir-batin itu.

Senin, 30 November 2009

Beriman dan Taat Beragama

Negara kesatuan yang berbentuk republik ini telah cukup dikenal sebagai masyarakat relegius walaupun seiring itu moralnya masih perlu dibangun dalam kesadaran tinggi kaitannya sebagai makhluk beragama (Human relegouus). Sebab masih dijumpai kemerosotan moral di beberapa kalangan elit the ruling class-nya dan (akhirnya akibat keteladanan yang jelek ini merembesi) oknum-oknum warga masyarakat. Seperti ini dalam bernegara dan berbangsa secara tegas mengambil azas Pancasila, yang sila pertama adalah soal penting dalam hidup manusia; yakni rasa ketuhanan yang esa. Di noktah nilai dari sila ini begitu jelas menggambarkan adanya hubungan transendensial manusia dengan Tuhan itu tentu dalam segala kiprah dan karyanya dalam kehidupan. Artinya manusia Indonesia itu seyogyanya selalu mengaitkan segala perbuatan, kiprah, karya dan hasil baktinya dalam konteks hubungan khalik (pencipta hidup) dan mkhluk (penikmat hidup). Dimana seluruh pengabdiaannya kepada publik dan negara-bangsa itu berada pada aras yang sama dengan pengabdian dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilambari rasa ikhlas, tulus dan syukur dimana dalam aras hubungan secara manusianya ialah tanpa pamrih.

Inilah maksud dan kandungan dari sila pertama, Pancasila, yang secara verbal menerangkan bahwa manusia Indonesia itu pasti beragama dalam arti berketuhanan yang esa. Tentu tindakan-tindakan manusia Indonesia itu seyogyanya mengindahkan nilai etika relegiusitas yang terkandung dalam agama masing-masing yang telah dijembatani oleh sila pertama itu. Inilah kepribadian nasional manusia Indonesia, jatidiri bangsa. Maka elemen kebahagiaan manusia Indonesia tersusun oleh unsur spiritual yang disokong oleh nilai azas Pancasila, sila pertama itu. Entah apakah oknum itu beragama Hindu, Islam, Budha, Kristen, Katolik, Konghucu, Aliran kepercayaan, dan lain-lain, selama ia berdiam dengan damai dalam keyakinan itu, dia dapat menimba kebahagiaan dan kedamaian sosial dan batiniah dirinya. Bukankah semua agama mengajarkan kebajikan dan selalu rindu kepada kebenaran? Itulah elemen pertama Indonesia Bahagia yakni "Beriman dan taat beragama". Dengan iman, kebahagiaan tercapai dengan sentosa.

Manusia Indonesia dalam arus ini selalu memposisikan agama/Tuhan sebagai pendamping, sahabat dalam berkarya dan kiprah di aras pengabdian sosialnya. Sehingga Tuhan tidak hanya hadir manakala dirinya berada di rumah-rumah ibadah saja, di mana-mana medan pengabdian Tuhan selalu juga ikut hadir dan berkarya. Tentu kesadaran yang terkandung dalam elemen pertama Indonesia Bahagia ini adalah kesadaran untuk selalu ingat dalam pengawasan mata Tuhan, pembimbingan Tuhan, sehingga manifestasinya ialah sikap rendah hati, jujur, bertaqwa, taat pada prinsip-prinsip yang benar. Seperti saat kita mencanangkan sebuah wahana edukatif "Kantin Kejujuran" bagi generasi bangsa; mana mungkin wahana edukatif itu akan terselenggara bila tidak dilambari oleh elemen pertama Indonesia Bahagia ini di setiap sanubari para peserta dan pihak-pihak partisipan dan masyarakat sendiri. Kita pun akhirnya menurunkan sebuah pesan dalam wahana itu, "Allah melihat-Malaikat mencatat" sebagai cerminan jatidiri bangsa dan kepribadiaan nasional.

Bagimanapun nilai-nilai ketuhan atau etika relegiusitas dan rasa spiritual itu telah banyak mengilhami proses dan babak-babak pembangunan bangsa ini, pun sejak sebelum kemerdekaan ini. Artinya, jika kita sebagai bangsa telah dengan tegas menyatakan bahwa berdirinya negara ini ialah untuk menjaga dan melindungi segenap jiwa raga rakyatnya jangan lupa itu dijaga dengan cara menumbuhkan sumber-sumber kebahagiaan yang datangnya dari pangkal pokok diri manusia sendiri yakni rasa relegiusitas dan spiritualitas dimana cita-cita dan tujuan mengejar kesejahteraan umum (material) itu akan sia-sia jika bangsa ini mengabai sisi yang paling primordial (fitrawi) ini dalam hidup manusia. Sebab manusia sudah kadung dari sononya selalu merindukan suatu yang hakiki dalam hidupnya. Karena itu, sejak Neuroscience menemukan God-Spot di belahan otak yang bernama lobus temporal (temporal Lobe) sangat tidak mungkin manusia tidak memiliki rasa berketuhanan yang esa. Sangat tidak mungkin dia menjadi atheis atau kehilangan spiritualitasnya. Meskipun seseorang mengaku tidak beragama, tidak mungkin dia meninggalkan atau tidak mengakui Tuhannya. Dengan begitu elemen ini menjadi modal primordial manusia Indonesia untuk selalu berbahagia.

Mewujudkan Elemen-Elemen Kebahagiaan

Indonesia bahagia adalah cita-cita umum dan semesta pembangunan multi dimensi manusia Indonesia. Kata BAHAGIA sendiri dapat diakronimkan untuk mengungkap bentuk-bentuk pembangunan multi dimensi itu serta merta menjadi elemen yang menyusun kebahagiaan itu sendiri. Akronim BAHAGIA bila diuraikan menjadi 7 (tujuh) elemen dasar yang akan menghadirkan kebahagiaan bagi manusia Indonesia. Tujuh elemen itu mengikuti setiap inisial akronim BAHAGIA antara lain yaitu :

B = Beriman dan taat beragama;

A = Amalkan pengetahuan untuk kesejahteraan;

H = Hidup harmonis menjaga keselarasan antara Hak Azasi (HAM) dan Kewajiban Azasi (KAM);

A = Aktif mendorong perdamaian antar manusia, dunia dan diri sendiri, serta tata hubungan international yang setara;

G = Gotong royong membangun negeri dan kemajuan bangsa;

I = Indonesiaku kujaga dan kubela dengan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan Merah-Putih;

A = Adil makmur sejahtera.

Senin, 16 November 2009

Pendahuluan

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus lebih dari setengah abad silam hanya mengantarkan bangsa ini kepada gerbang kemerdekaannya yang berdaulat, bersatu, bermartabat serta adil dan makmur. Namun apa yang dinamakan sebagai kemerdekaan saat itu masihlah berupa ikhtiar membangun negara bangsa yang seutuhnya sebagaimana cita-cita pembukaan UUD 1945 itu sendiri. Sebuah ranah kemerdekaan yang berdaulat belumlah sepenuhnya tercipta saat itu. Kita hanya memiliki modal sosial dan politik pada lapis kesadaran persatuan dan kesatuan yang telah bersemi sejak kumandang sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Menjadi negara dan bangsa yang bermartabat serta adil dan makmur masih merupakan ikhtiar yang tertuang dalam berbagai kebijakan perundang-undangan pertama kali negara republik ini berdiri.

Kita tahu bahagia atau kebahagian adalah elemen dasar dan utama dalam menyusun kehidupan manusia yang sentosa dan tentram di dunia. Maka kebahagiaan adalah tujuan dari cita-cita kemerdekaan itu yang bersandar pada cita-cita penciptaan kesejahteraan umum sebagaimana termaktub dalam pembuka UUD 1945. Pesan tersirat dari nilai-nilai yang tertuang dalam pembukaan ini sudah kongruen dengan nilai-nilai sila Pancasila.

Sabtu, 14 November 2009

INDONESIA BAHAGIA

B : BERIMAN DAN TAAT BERAGAMA

A : AMALKAN PENGETAHUAN UNTUK KESEJAHTERAAN

H : HARMONIS, KESELARASAN HAK ASASI MANUSIA DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA

A : AKTIF MENDORING PERDAMAIAN DUNIA DAN TATA HUBUNGAN INTERNASIONAL YANG SETARA

G : GOTONG ROYNG UNTUK MEMBANGUN KETAHANAN DAN KEMAJUAN BANGSA

I : INDONESIA KU, KUJAGA DAN KUBELA DENGAN PANCASILA , N.K.R.I, MERAH PUTIH DAN BHINNEKA TUNGGAL IKA

A : ADIL MAKMUR, SELAMAT SENTAUSA DALAM LINDUNGAN KARUNIA TUHAN YANG MAHA ESA, MENUJU INDONESIA BAHAGIA UNTUK SEMUA

PERMATA BANGSA

P1 : PELAJAR INDONESIA
P2 : PENEGAK HUKUM KITA
JAKSA-JAKSA SATRIA
HAKIM-HAKIM MULIA
ADVOKAT KITA
P3 : PATRIOT INDONESIA
P4 : POLISI INDONESIA
P5 : PENDUDUK INDONESIA
P6 : PEMUDA INDONESIA
P7 : PENGANGGURAN BERKARYA
P8 : PETANI INDONESIA
P9 : PENGUSAHA INDONESIA
P10 : PEKERJA INDONESIA
P11 : PEGAWAI INDONESIA
P12 : PEWARTA INDONESIA
P13 : PENGAJAR INDONESIA
P14 : PKK INDONESIA
P15 : PENYANYI INDONESIA
P16 : PENYIAR INDONESIA
P17 : PARFI IDOLA KITA

E : ERATKAN
R : RASA
M : MEMILIKI
A : ARTI
T : TANAH
A : AIR

Prakata Penulis

Petikan satu alinea penting dari Pembukaan UUD 1945 Negara Republik Indonesia dibawa ini sangat penting untuk kita perhatikan. yang berbunyi,

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, Yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur "

Penggalan alinea ini adalah pernyataan lain dari teks proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Mengapa ini menjadi penting? Ialah karena kemerdekaan saat itu, ditengah-tengah perjuangan dan revolusi fisik, adalah suatu yang "mahal" dan indah. Jadi untuk memperolehnya adalah suatu hal yang membahagiakan tersendiri. Namun, jauh dari itu pernyataan situasi " saat yang berbahagia" adalah proposisi utopis ideal manakala melihat perjalanan kemerdekaan bangsa ini yang telah mengarungi masa setangah abad lebih. Karena itu kondisi dan keadaan saat yang berbahagia itu mesti memperoleh agregasi penuh dari iktikad bangsa untuk segera hadir ditengah kehidupan nyata. Untuk itu perlu pula untuk menyusun piranti-piranti nilai, syarat prosedural, dan bahkan konsep pembangunan, barangkali, demi terwujudnya Indonesia Bahagia.

Oleh Karen itu, untukl mencapai pelstarian nilai-nilai yang menunjang terwujudnya IndonesiaBahagia, dan piranti-piranti kebahagiaan itu sendiri, sangat dimungkinkan dengan cara menumbuhkan semangat rasa cinta tanah air dikalangan pelajar, generasi muda yang akan menerima estafet kepemimpinan dan amant kebangsaan serta pembangunan manusia Indonesia dan generasi bangsa pada umumnya.

Upaya tersebut adalah satu darisekian faktor yang akan mempercepat integrasi nasional serta memupuk nilai-nilai arif kandungan semangat itu sebagi investasi pembangunan bangsa Indonesia sebagai bangsa besar di masa depan. Semua itu untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Buku Gerakan Permata Bangsa ini dihadirkan untuk melengkapi rangkaian upaya (ikhtiar) di berbagai tempat dan bebrbanyak kalangan tentang penanaman nilai-nilai patriotisme dikalangan generasi muda. Semoga buah karya Permata Bangsa ini dapat menggugah keterpanggilan pelajar dan kita semua untuk semakin mencintai tanah air.

Salam Bahagia



Dody Susanto

BUKU-BUKU KARANGAN DODY SUSANTO

  1. Sekolah Terbuka Pancasila I dan II
  2. Sekolah Terbuka Kebangsaan
  3. Sekolah Terbuka Kepahlawanan
  4. Sekolah Terbuka Kewarganegaraan
  5. Bumi Pancasila untuk Semua
  6. Galaksi
  7. Sekolah Anti Korupsi
  8. Serikat Anti Pengangguran
  9. Indonesia Kuat dar Rumah
  10. Kalaidoskop Kantin Kejujuran
  11. Serikat Saham Sosial
  12. Cahaya Keadilan & Cahaya Kemerdekaan
  13. R.T. Pilar Negara Ke 7
  14. Gerakan Bangun Pagi Indonesia
  15. Permata Bangsa