Perdamaian adalah searas dan seinti dengan kebahagiaan. Situasi damai memberikan atau menghadirkan rasa bahagia bagi orang yang menerimanya. Karena itu menjadi suatu panggilan bagi manusia Indonesia untuk meraih kebahagiaannya dengan cara aktif mendorong perdamaian dalam segala ranah kehidupannya. Aktif mendorong perdamaian in bergerak baik antar manusia, people between people, dunia dan diri sendiri. Akan tetapi, dalam kerangka mencapai puncak damai itu sendiri, untuk meraih benih bahagia dari dalam, terlebih dulu seyogyanya dimulai dengan menciptakan perdamaian dengan diri sendiri. Berdamai dengan diri sendiri ini adalah bekal awal untuk berdamai dengan dunia luar, dengan manusia lainnya, dan bahkan untuk menciptakan kedamaian itu sendiri di dunia.
Tentunya pula, manakala kedamaian tercipta dapat mendatangkan kebahagiaan. Damai dan bahagia ibarat dua sisi mata uang yang sama-sama memperoleh sinar terang dalam sanubari kita sehingga sama-sama pula memberikan keceriaan, ketentraman pada rona kita. Itu lah kedamaiaan dan kebahagiaan.
Aktif mendorong perdamaian baik di dalam diri sendiri maupun dalam pergaulan luas, dunia, merupakan manifestasi rasa kemanusiaan yang bertemu dengan sikap atau nilai kebijaksanaan. Maka, manusia Indonesia dengan bekalan falsafah Pancasila, ketika ada dorongan untuk menciptakan perdamaian ini menemukan ruang momentumnya. Falsafah Pancasila yang mempunyai nilai aktif, misalnya dulu mengilhami pemrakarsaan Konferensi Asia-Afrika, yang tak lain adalah Gerakan Non-Blok untuk mengkondisikan ketentraman umum dan perdamaian dunia disaat dua blok negara kuat tengah berseteru. Bagaimana falsafah Pancasila menginspirasi dan menguatkan gagasan untuk mendorong perdamaian dapat kita selami dalam Buku Pertama "Sekolah Terbuka Pancasila."
Elemen ketiga dalam mendorong masyarakat Indonesia Bahagia, memang barangkali dianggap adalah sesuatu yang muluk-muluk. Akan tetapi kesejahteraan yang menjadi prasyarat dasar hadirnya kebahagiaan perlu suatu pengkondisian atas ketentraman umum, ketertiban umum, dan keamanan umum. Ketiga hal kondisi itu tidak mungkin terwujud bila keadaan damai dalam diri setiap insannya belum terselengara. Dengan kata lain, suatu kebijakan pembangunan sangat sulit diterapkan manakala ranah sedang dirundung kekacauan, konflik atau ancaman dari luar. Karena itu semula kesejahteraan yang berupa material bisa beranjak pada jenjang berikutnya menjadi kesejahteraan batiniah, dimana terpancar sikap untuk membuat kehidupan yang lebih baik minimal pada level diri pribadi dulu dan diteruskan ke khalayak (outside in inside out).
Lalu bagaimanakah menumbuhkan kedamaian dari dan didalam diri ini? mendorong terciptanya perdamaian (damai) didalam dan dengan diri sendiri sangat bergantung pada sikap mental penerimaan diri (self acivement) seorang manusia Indonesia. Inilah yang dinamakan berdamai dengan diri sendiri seperti sering dinasehatkan oleh kebanyakan motivator pengembangan diri. Dan sikap itu bergantung pula pada penguatan spiritual dari rasa religiusitas atau kebertuhanannya. Maka ini kembali lagi ke elemen pertama Indonesia Bahagia, yakni Beriman dan Taat beragama.
Perlu diingat disini, bahwa setiap langkah besar selalu dimulai dari tindakan kecil dulu; setiap perjalanan bermil-mil selalu dimulai dengan langkah seinci dulu. Ini mengingatkan bahwa dorongan menciptakan kedamaian ini tentu pula bermula dari langkah kecil, dari diri sendiri. Bila kita geser perspektif kita ke perspektif nasional, maka cara pandang kita perlu digeser ke arah bagaimana memposisikan diri sendiri (individu) sebagai warga negara dan dunia yang siap menciptakan kedamaian pada level awal, yakni diri sendiri. Jiddu Krisnamurti, seorang spiritualis yang mengabdikan diri untuk pembangunan mental spiritual manusia, mengatakan bahwa perubahan batiniah dalam setiap individu yang dilakukan secara menyeluruh dan mendasar adalah awal perubahan bagi dunia. Dengan demikian dunia berubah secara menyeluruh dan mendasar adalah awal perubahan bagi dunia. Dengan demikian dunia berubah secara menyeluruh dan mendasar pula mengikuti perubahan batin setiap individu. Begitulah pula dalam membenahi tatanan luar cara kebernegaraan dan keberbangsaan kita, setiap individu manusia Indonesia memegang penuh atas perubahan mendasar negeri bangsanya ke depan.
Selasa, 13 Juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)